Review: Debut Solo Album dari Jason Richardson - I



Review: Jason Richardson - I - Hello guys, sesuai janji saya di postingan artikel sebelumnya kalo saya bakal bahas secara terpisah (lebih ke review pribadi sih) album ini, meskipun semangat saya nulis agak turun karena satu dan beberapa hal kemaren-kemaren, tapi sekarang udah full lagi dong, mengingat ini album udah jadi pengisi soundtrack sehari hari saya beberapa minggu terakhir. Mungkin kalian semua pada tau kalau Jason Richardson itu ex gitaris dari Chelsea Grin, Born of Osiris, yup! bener banget dan baru baru ini doi ngerilis album solo pertama nya yang diberi judul I (Yang saya tau mengggunakan term angka romawi yang artinya ke-1, bukan huruf alphabet i).

Baca Juga : Jason Richardson: Gitaris Metal cerdik Yang Total Mencuri Perhatian Para Penikmat Musik Cadas



Percaya gak kalau Jason Richardson ini baru berumur 24 tahun? Yoi, saya salut banget sama doi soalnya di umur segitu kebanyakan dari kita masih sibuk sama studi, atau gak belum nemuin dan jalananin karir kita, bahkan untuk sesuatu yang kita pengenin aja kayak smartphone idaman mungkin masih didapetin dengan cara ngerengek ke ortu. Tapi di umur segitu Jason Richardson udah memantapkan dirinya sebagai musisi, gitaris & komposer profesional. Nggak saya pungkiri juga sebelumnya Jason Richardson pernah ngejalanin tour bareng All Shall Perish, punya kontribusi dalam pembuatan album bareng ex band nya Born of Osiris & Chelsea Grin, dari sisi permainan gitarnya Jason Richardson bener bener ngebuat kagum para penikmat dan komunitas-komunitas progressive metal & juga deathcore dengan teknik dan susunan permainan sweeping & alternate picking Jason yang mengaggumkan.

Setelah Jason Richardson cabut dari Chelsea Grin, fokus, energi dan pikirannya tertuju untuk membuat debut solo albumnya, seperti yang saya tulis sebelumnya dari sisi financial pembuatan album solo nya, Jason sukses menggalang dana melalui kampanye penggalangan dana-nya di Indiegogo, dari situs tersebut sekitar $33,641 USD doi dapetin. Album solo pertama Jason Richardson yang berjudul "I" pun resmi release 29 Juli 2016 secara digital dan fisik (gak tau kalau fisiknya release secara worldwide gak). Dalam pembuatan album solonya, Jason menggandeng parter bermusiknya Luke Holland untuk mengisi keseluruhan line drum, yang menurut saya permainan dari Luke Holland ini bener-bener impressive dan unik, ngasih feel dan warna tersendiri di album ini karena teknik drumming yang Luke mainkan di album ini gak terlalu pasaran kayak yang banyak kita denger di kebanyakan lagu metal.


Inside The Album

Strategi awal track line album ini Jason Richardson memulainya dengan kombinasi pukulan satu-dua, (emang tinju?) dengan menempatkan dua single andalan doi yaitu Omni & Titan, merupakan track yang lumayan "Shred-heavy" di album ini. Jason Richardson memainkan chug yang cepat, terkontrol, disisipi dengan lick-lick sweep, tap, dan alternate picking yang melodius, ngebut, dan khas progressive, bahkan di beberapa riff sedikit deathcore. Dibarengi dengan komposisi line synth dan orchestra (meskipun saya rasa di beberapa part malah terkesan mengganggu, dan gak pas ditempatnya), album ini merupakan paket komplit untuk yang haus dengan musik yang bikin kita eargasm, dan gak generic, seperti era Jason di BOO (ampun, ngebosenin banget). At this Point, saya cengo, mangap, ngahuleung, sambil mikir yang gak kepikiran pertama denger dua track yang Jason Richardson suguhin di solo albumnya ini, belum lagi suguhan dari drummingnya Luke Holland yang ajaib banget, Double Mangap Guys. Meskipun secara chord progression doi bikin pola yang berulang-ulang (Bahaya! ngebosenin alert!).




Namun, pada track berikutnya, Retrograde memainkan perannya, track ini ngebikin kita sedikit bergeser arah denger, dengan performance vocalis Periphery Spencer Sotelo. Setelah kita disuguhkan dengan komposisi riff gitar jason untuk part shred yang diisi oleh scream vocal, pendengaran kita bergeser dengan suguhan riff melodius tapi gak kalah heavy yang dikolaborasikan dengan sense vocal pop ala Spencer Sotelo.




Kemudian album ini kembali memainkan form instrumentalnya lewat track Hos Down, disini saya mendengar komposisinya kental dengan progressive riff dengan tempo cepat, plus Djenty dan kombinasi struktur deathcore, belum lagi kalian akan disuguhin kejutan country & jazzy groove di pertengahan lagu, nggak lupa tambahan guest solo yang renyah dari Rick Graham. Saya rasa lagu ini merupakan performance paling gado-gado (red:kaya)secara struktur, riff, gesture yang saya denger dari album ini. Dilanjut dengan Mirrors dengan permainan apik dari Nick Johnson yang bikin greget. Album ini memulai kekayaan materi-nya dari sana, dengan sajian groove yang Djenty banget khas ala 8-string riff (red:Periphery), doi sajikan di track berikutnya Tonga, bahkan Jason Richardson mengklaim bahwa track ini merupakan track paling Heavy & Chugy (Halah, susah banget cari istilah nya dalam bahasa Indo) Cek aja deh kutipan pernyataan dari doi.
definitely the heaviest/chuggiest track on the album.
Disambung dengan track yang merupakan project reworking dari rilisan doi sebelumnya Thought menjadi THOT 2.0 yang merupakan 9 menit track instrumental dengan sajian gitar sebagai center-focus nya, gak banyak yang bisa saya ceritain untuk track ini. Lanjut ke track berikutnya doi punya Fragments merupakan suguhan brilliant, track favotit saya sejauh ini, berisikan kombinasi riff dengan chug progresive dengan tambahan sentuhan delayed clean tones, dan diisi oleh performance luar biasa dari Lukas Magyar. Part vocal nya sendiri ditulis dengan sangan baik. saya nobatkan part vocal di chorus nya sebagai MILLION DOLLAR CHORUS karena nyangkut terus dikepala berbulan-bulan. Belum lagi Chill Effect yang bakal kalian rasain setelah denger solo nya Mark Holcomb di akhir lagu, PERFECT!.



Disambung ke track berikutnya Breaking Damnation, berdasarkan informasi dari badan intelejen alam gaib saya kalo 90% dari apa yang kalian denger di track ini ditulis Jason saat doi umur 16 tahun dan masih gabung bareng band lokalnya Gallows Hill. Lanjut ke track selanjutnya, XV dan Chapter II menjadi penutup track line di album, belum lagi pada lagu terakhir diisi lead yang rumit banget oleh gitaris legenda sekawakan Jeff Loomis.


Conclusion

Debut solo album yang dibuat Jason Richardson ini kaya banget, karakternya kuat. Sebuah karya yang sangat baik untuk sebuah debut (red:project album pertama) dari gitaris yang hanya berumur 24 tahun. performance apik dari Guest Guitarist dan Guest Vocalist kelas berat pun menjadi nilai tambah yang menjadikan album ini fresh dan gak ngebosenin dari track ke track nya. Kalau kalian sempet suka rilisan Jason Richardson sebelumnya bareng band-band nya, dan pengen banget denger gimana kalo doi nulis lagu sesuai dengan yang doi pengenin tanpa ada batasan, saya berani jamin kalo kalian pasti bakal suka banget album ini. Karena disini doi berkarya sebagai fully-composer, menujukan dirinya lebih dalam sebagai penulis handal yang menyatukan banyak genre musik di albumnya. Seperti yang Black Metal, djent, deathcore, metalcore, jazz, country, dan classical. Dan Jason Richardson kemudian nge-merge semuanya menjadi suguhan album solo Super Heavy yang beramunisikan musisi musisi tamu (Red:guest musician) sekaliber Spencer Sotelo, Jeff Loomis, Luke Holland, Lukas Magyar, Mark Holcomb, dll.



0 Response to "Review: Debut Solo Album dari Jason Richardson - I"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel